Kamis, 26 Januari 2012

Masa Bakar Kantor Bupati Bima

Mataram - Aksi ribuan warga kecamatan Lambu, Sape, dan Langudu, Kabupaten Bima, NTB, Kamis (26/1/2012) berakhir rusuh. Massa aksi membakar kantor Bupati Bima dan Kantor Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bima di jalan Soekarno Hatta, hingga ludes. Belum diketahui apakah ada korban jiwa atau tidak dalam aksi ini.

Semula, aksi puluhan ribu warga itu hanya berniat menduduki kantor Bupati Bima. Namun warga mulai marah, ketika kedatangan mereka dihadang aparat kepolisian dan Polisi Pamong Praja. Massa aksi lalu mendobrak gerbang kantor Bupati dan menerobos masuk. Warga mengamuk, dan mulai membakar kantor.

Informasi yang dihimpun detikcom, massa aksi datang selepas dzuhur. Mereka datang bergelombang. Semula aksi hanya diikuti sedikitnya 400 orang. Selang 30 menit kemudian, sedikitnya seribu orang massa aksi datang bergabung menggunakan sepeda motor.

Massa aksi yang lebih besar rupanya berkumpul di Lapangan Umum dekat Rumah Sakit Daerah Bima, satu kilometer dari Kantor Bupati. Massa aksi lalu long march dari lapangan menuju kantor bupati. Keributan tak terhindarkan setelah puluhan ribu massa aksi merasa dihalangi aparat kepolisian.

Selang satu jam, massa aksi mengamuk, dan mulai membakar kantor bupati, dan juga kantor KPUD Bima yang letaknya bersebelahan. Api berkobar cepat, ditunjang pula dengan hembusan angina kencang.

Idrus, seorang saksi mata yang dihubungi detikcom mengatakan, api masih berkobar hebat. Namun kantor Bupati Bima sudah ludes. Atapnya sudah ambruk.

"Jarak pandang kita sekarang terbatas. Soalnya asap hitam pekat. Dari jauh asap hitam terlihat, karena membumbung tinggi sekali," katanya.

Belum didapat apakah ada korban jiwa dalam aksi pembakaran ini. Namun pembakaran terjadi saat kantor tengah memasuki jam istirahat.

Informasi lain menyebutkan, aparat kepolisian dan pol PP turut berlari menyelamatkan diri, saat aksi pembakaran dilakukan.

sumber: http://www.detiknews.com/read/2012/01/26/134436/1825739/10/ribuan-warga-bima-ngamuk-bakar-kantor-bupati

Rabu, 25 Januari 2012

Yulianis Jelaskan Modus Bisnis Nazaruddin

Nazaruddin memakai nama pegawainya dalam akte perusahaan.

VIVAnews - Yulianis, mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Grup mengungkap modus Muhammad Nazaruddin dalam mengelola bisnis. Menurutnya, mantan bosnya itu memerintahkan pegawainya untuk menggunakan nama-nama mereka untuk dicantumkan di akte perusahaan.

"Kalau kami tidak mau gaji kami dipotong, Supervisor ke atas dipotong 1 juta, staf dipotong 500 ribu," kata Yulianis di pengadilan Tipikor, Jakarta. Rabu, 25 Januari 2012.

Hal itu diketahuinya karena saat menjabat Wakil Direktur Keuangan, Ia diperintah secara lisan oleh Nazaruddin untuk memotong gaji pegawai yang tidak mau menjadi pengurus di perusahaannya.

Ia menambahkan, kebijakan tersebut bukanlah tanpa penolakan. Sejumlah karyawan lanjut Yulianis sempat demo atas kebijakan tersebut, bahkan ada yang memutuskan untuk keluar kerja daripada dipakai namanya sebagai pengurus perusahaan. 
"Akhirnya ada yang resign dan ada yang mau dipotong gajinya," katanya.

"Itu modusnya pak Nazar seperti itu, dia gak mau namanya di pakai. Karena beliau akan menjadi anggota DPR tahun 2009, Neneng juga namanya dihilangkan dari akte, Nasir juga. Jadi yang namanya ada di akte itu lebih banyak Pak Hasyim," ujarnya.

"Saya berpesan pada teman-teman saya jangan takut nama kalian dipakai. Itu konsekuensi dari legal hukum ada di kalian, jangan takut bicara," katanya lagi.
Sementara mengenai kehadiran Wakil Gubernur Jawa Barat, Dede Yusuf, saat berlangsung rapat yang dihadiri jajaran Direksi Permai Grup di rumah Nazaruddin, Yulianis menegaskan bahwa ia tidak mengetahuinya dengan jelas.

"Saya tidak tahu (maksud kedatangannya). Tapi pas saya datang itu pak Dede dan Bertha lagi bicara di ruang tamu," kata Yulianis.

Bertha lanjut Yulianis merupakan notaris yang mengurus akte perusahaan Nazaruddin sekaligus fungsionaris Partai Demokrat.

Menurut Yulianis, saat masuk ke dalam ruang keluarga, Ia mendapati Nazaruddin menemui Dede Yusuf untuk membicarakan sesuatu. Namun ia mambantah mengetahui isi pertemuan tersebut.

"Saya cuma dengar pak Nazar mau bicara dengan Dede dan Bertha, sebentar lagi meeting dengan kami," ujarnya.

Sumber:http://nasional.vivanews.com/news/read/282923-yulianis-jelaskan-modus-bisnis-nazaruddin

Jumat, 20 Januari 2012

Menelusuri Jejak Mahapati Gajah Mada di Pulau Sumba

maxfm-waingapu.net - Tidak mengherankan apabila kita menemukan deretan nama di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mirip atau sama dengan nama-nama jawa zaman Majapahit. Nama orang, gelar, nama benda dan berbagai hal, termasuk bentuk rumah (sumba), alat senjata, alat kerawitan dan beberapa upacara ritus.

D.K. Kolit dalam pengaruh Majapahit Atas Kebudayaan Nusa Tenggara Timur menyebutkan sederetan nama di NTT yang mempunyai kaitan dengan nama-nama Jawa (Majapahit). Umpamanya, Jawa, Gajah Mada, Bata, jati, Giri, Pati Gela, Nala, Bako, Dewa, Paji, Demang, Rangga, Sima, Leko, Dara, Wonga(1982:48).

Tidak adanya pencatat sejarah di NTT menyebabkan hilangnya peristiwa bersejarah masa lalu. Misalnya beberapa nama pahlawan Sumba yang gigih menentang kolonial Belanda sulit dilacak kisahnya. Sebut saja Umbu Rara Meha di Sumba Timur, Umbu Tagela Bani, Lelu Atu dan Wona Kaka di Sumba Barat. Khusus untuk pahlawan Wona Kaka dikhabarkan beliau di buang ke Nusa Kambangan pada tahun 1913, sedangkan 66 orang kawan seperjuangannya dibuang ke Aceh, Pangkal Pinang, Batavia (Jakarta), dan lain-lain.

Demikianlah pergolakan Majapahit dengan Mahapati Gajah Mada di Sumba hanya samar-samar dikisahkan dari mulut ke mulut. Ditemukan pohon Maja (Sumba : bila) dalam jumlah besar hampir diseluruh pesisir Sumba, lalu dituturkan, bahwa pohon tersebut ditanam oleh Gajah Mada ketika pertama kali mendarat di pulau Sumba.

Di Sabu salah satu pulau di NTT  masih ada upacara keagamaan asli yang disebut pemotong wawi maja (babi untuk menghormati Gajah Mada). Menurut kepercayaan sana, wawi maja adalah babi yang didatangkan dari Majapahit (tempo dulu) untuk ritus keagamaan di Sabu.

Sumba, Nusa Cendana, atau pulau sandlewood, yang kini tinggal legenda karena sisa-sisa cendananya yang terus dicuri dan diseludupkan, merupakan sebuah pulau yang agak terpencil dari gugusan pulau lainnya di NTT. Sebagian besar penduduknya masih beragama Marapu (agama asli).

Dari cerita rakyat dapat dipastikan bahwa dulu Sumba selalu disinggahi perahu/kapal padagang. Bahwa orang Sumba juga diajak untuk berlayar. Diceritakan mereka menyinggahi pelabuhan tujuh kali. Barangkali itulah Sabu, Timor, Flares, Sumbawa, Lombok, Bali dan Jawa. Pada abad ke-16 dikisahkan ada kapal-kapal yang membawa emas dari kepulauan Kuria-Muria dan menukarnya dengan kuda Sandlewood, sehingga sebelum pendudukan Jepang ada bangsawan Sumba yang memiliki emas sampai 100 kg.

Yang menyolok dalam cerita rakyat Sumba adalah adanya dua tokoh yakni, Umbu Ndilu dan Umbu Mada (Sumba Timur),atau Rato Ndelo danRato Mada (Sumba Barat). Rato dan Umbu merupakan gelar bangsawan. Bandingkan ratu dengan empu di Jawa. Kedua tokoh yang merupakan kakak beradik ini (dalam cerita Sumba) selalu muncul dalam sikap perkasa. Gagah, berani, berwibawa, lagi cakap.

Begitu kentalnya nama kedua orang ini hingga diabadikan dalam nama-nama orang Sumba bahkan hingga saat ini. Banyak orang Sumba yang memakai nama Ndilu Hamaratu, Mada Lughu, Palonda Mada, bahkan suku Kodi di Sumba Barat mengabadikan salah satu tokoh dalam marga besar yang disebut Walla Mada (turunan Mada).

Dalam bahasa baitab suku Kodi, kedua tokoh itu selalu disanjung dalam ungkapan,”Ndelo ana Rato, Mada Pera Konda” yang bermakna Ndelo Putra Bangsawaan, Mada Nahkoda Agung. Jika Ndelo atau Ndilu adalah laksamana Nala (dalam kerajaan Majapahit) sudah tentu terjadi salah kaprah menyangkut julukan Mada Pera Konda, yang seharusnya Ndelo Pera Konda agar sesuai dengan profesi Laksamana Nala sebagai panglima perang. Tapi, agak rancu juga, karena di Sumba Timur selain nama Ndilu ada juga Nola yang mendekati Nala.

Pada bulan Februari suku Kodi, merayakan pesta Nale yang ditandai dengan pasola/paholang (perang-perangan) mengingatkan kita pada pasawoan di Jawa. Disini juga ada keraguan jika Nale disamakan dengan Nala, meskipun Nale berasal dari laut yang ditandai dengan datangnya cacing Wawo. Karena Nale ini dianggap Dewi Padi (Biri Koni) yang dapat disamakan  dengan Dewi Sri di Jawa.

Di kecamatan Tabundung Sumba Timur ditemukan nama Majapahit dan Hayam Wuruk yang menurut lafal sana diucapkan sebagai Manjapalit dan Mehanguruk. Keduanya nama orang, karena menurut cerita rakyat Tabundung justru  nenek moyang mereka yang lebih dekat dengan Patih Gajah Mada (apalagi letak daerah mereka dipinggir pesisir yang banyak pohon Maja).

Memang banyak nama orang Sumba yang benar-benar mengingatkan kita pada nama-nama zaman Majapahit. Misalnya, Rangga Wuni dan Rangga Lawe (Sabu ; Raga) di Kodi, nama Rangga sangat dominan, bahkan ada yang bernama Rangga Wuni. Demikianlah nama Pati, Maha Pati (Kodi), Sore (nama zaman Majapahit), Hore/Hora (beberapa dialek Sumba tidak mengenal fonem s). Demikian juga nama Siwa Bala, Langga (ingat Erlangga), Ndara Moro (ingat Dara Jingga). Kata Jawa juga sangat menonjol dalam nama-nama suku Kodi seperti, Pati Jawa, Muda Dawa, Rehi Jawa, Tari Jawa, Biri Jawa. Nama Gajah Mada di abadikan dalam nama-nama Nggaja, Nggading/Nggeding (Sumba Timur), Gaja, Mada (Sabu, Laura). 

Masih banyak hal yang terus mengingatkan kita pada kebudayaan Jawa seperti bentuk tombak, gong (gamelan), rumah joglo dengan soko gurunya, yaigho/zaizo (Jawa : Wayang). Jangan dikata lagi banyak sekali kata Sumba yang sama dengan bahasa Jawa. Bandingkan halaku/laku dengan mlaku (pergi), manduru/mahuru dengan turu (tidur), walu-wolu (delapan), ughi-uwi (ubi), kurang-urang (udang), pira-piro (berapa), manat-manut (ikut), rennge-rongu/rungu (dengar), langgi/langga-legi (manis), wula/wulang-wulan (bulan), ahu-asu (anjing), pena/peina-piye (bagaimana), kalambe/kalembi-klambi (baju), umah-omah (rumah), tallu/tollu-tollu (tiga), patu/pata-papat (empat), malara-lara (sakit).

Dari uraian di atas ada kemungkinan nama Mada dan Nggaja ada kaitannya dengan Gajah Mada, Nola dengan Nala, sedangkan Ndelo/Ndilu mungkin juga ada kaitannya dengan Nala. Manjapalit dan Mahanguruk adalah nama Majapahit dan Hayam Wuruk prabu Majapahit yang memerintah pada tahun 1350 – 1389 dengan nama Rajasanagara.

Kita tidak usah heran karena Sumba juga termasuk dalam wawasan Nusantara yang diperjuangkan oleh Gajah Mada dengan sumpah Amukti Palapa. Bukti otentik dapat dibaca dalam buku Negara Kartagama karya Prapanca Puput;14; “Ikang Sanu-Sanusa Makasar Butuh Banggawi/Kuni Galiyao mwang I. Salaya Sumba  Solot (Solor) Muar/Muah tikang i Wandan Ambwan Athawa Maloko Wanin/Ri Seran Timor maka Dining Angeka Nusatutur.
‹Frans W. Hebi›

 sumber:http://www.maxfm-waingapu.net/berita/154-menelusuri-jejak-mahapati-gajah-mada-di-pulau-sumba.html

Rabu, 18 Januari 2012

7 Pulau Eksotis di Dunia

Pergi ke tempat seperti ini tidaklah rugi. Malah, menjadi pengalaman yang baru tentunya. Di mana saja lokasinya ? Berikut tujuh pulau yang kami kutip dari laman budgettravel.com :

1. Pulau Skomer, Wales
Hampir setengah juta burung seperti puffins, kittiwakes, fulmars, dan razorbills membangun sarang di tebing yang tertutup lumut di cagar alam seluas 721 hektar ini atau tepatnya di daratan Wales.
Hanya 15 menit perjalanan kapal feri Dale Sailing dari kota Martin Haven. Tarif yang ditanggung pun sebesar $ 18 (Rp163 ribu). Namun jika Anda ingin pergi hiking, kunjungi situs welshwildlife.org. Tarif inap untuk 15 orang adalah $ 139 (Rp1,2 juta) per kamar.

2. Kepulauan Jagung, Nikaragua
Kepulauan Jagung (Corn Islands) adalah tempat persembunyian harta bagi negara republik di Amerika Tengah Nikaragua. Bahkan sampai sampai hari ini, para pembajak laut pun masih banyak yang menjarah wisatawan yang sedang berlibur di sana.
Penerbangan pesawat La Costena dilakukan setiap hari dari Managua ke Kepulauan Jagung selama satu jam. Tarif yang dipatok mulai dari $ 164 (Rp1,4 juta). Dan untuk penginapan, bisa ke Hotel Los Delfines (hotellosdelfines.com.ni) dengan biaya inap sebesar Rp447 ribu.
Empat puluh mil dari Kepulauan Jagung masih dihuni oleh orang-orang keturunan Buccaneers. Kepulauan ini sendiri terdiri dari Pulau Jagung Besar (Great Corn) dan Pulau Jagung Kecil (Little Corn).

3. Pulau Kithira, Yunani
Letak pulau ini hanya delapan mil dari ujung semenanjung Peloponnesia. Di sana, Anda dapat melihat gua. Tapi dipertengahan Juli, Kíthira adalah tempat bersantai untuk berkunjung ke pabrik gandum kuno dan kapel Bizantium,
Penginapan di pulau ini terdiri dari hotel kecil dan losmen. Di ibukota Chora terdapat Hotel Margarita yang menyediakan 12 kamar yang menghadap ke laut. Tarif inap mulai dari $ 111 (Rp993 ribu). Info selengkapnya bisa Anda lihat di hotel-margarita.com.

4. Pulau Rottnest, Australia
Rottnest adalah sebuah pulau yang memiliki lebih dari 60 pantai pasir putih. Letaknya persis12 mil dari daratan Australia yang populer, Perth. Info wisata bisa Anda dapatkan di rottnestexpress.com.au.

5. Pulau Fakarava, Polinesia Prancis
Untuk mengantisipasi kunjungan Presiden Perancis Jacques Chirac, jalanan utama di Pulau Fakarava diaspal sekitar tahun 2003-2004. Namun sayangnya dia tidak pernah datang dan juga tidak memberikan alasan apa pun.
Yang jelas, Fakarava tidak kalah menariknya dengan Bora-Bora dan Tahiti yang terletak di sebelahnya. Fakarava adalah rumah bagi sekitar 500 warga. Untuk berwisata ke tempat ini, bisa Anda gunakan layanan Pearl Guest House Havaiki (havaiki.com) dengan tarif Rp357 ribu.
Penerbangan dari Papeete, Tahiti ke Fakarava hanya ada satu kali sehari selama satu jam (airtahiti.com). Harga mulai dari $ 437 atau setara dengan Rp3,9 juta.

6. Pulau Sumba, Indonesia
Dari sekian banyak pulau, salah satunya ada di Indonesia. Ada banyak tempat yang menarik di Pulau Sumba. Untuk kegiatan yang lebih mellow, coba berselancar di pantai selatan dan bermalam di Nihiwatu Resort (nihiwatu.com), tarif inapnya Rp223 ribu.
Jangan lewatkan untuk menyaksikan Festival Pasola, di mana para peserta menombak lawan sambil berkuda. Acara yang sangat meriah ini biasanya diselenggarakan setiap bulan Februari dan Maret.

7. Pulau Amantani, Peru
Amantani adalah sebuah pulau di Danau Titicaca. Tidak ada mobil atau jalan, yang ada hanyalah sebuah teras di lereng bukit selama berabad-abad. Selain itu juga jalan bebatu yang mengarah ke puncak tertinggi, Pachamama (Ibu Bumi) dan Pachatata (Bapa Bumi).
Uniknya lagi di bulan Januari, penduduk lokal melakukan ritual Fiesta de la Santa Tierra di kuil-kuil Pachamama dan Pachatata. Ritual seperti ini terkadang juga dikneal dengan nama Amantani, di mana setiap orang menari sampai larut malam


sumber: (Sumber: MediaIndonesia.com)

Kamis, 12 Januari 2012

kenapa NTT dikatakan Daerah Tertinggal ?

Jika dikaji lebih dalam tentang kondisi Alam Provinsi NTT dari sudut pandang letak Geografs, NTT memiliki luas laut yang cukup besar  dan pantai yang cukup panjang, sehingga memiliki hasil laut yang bisa menjadi mata pencaharian rakyat NTT pada khususnya. Ditambah lagi  dengan keindahan pantai dan alam bawah laut yang bisa menarik para Wisatawan Asing maupun Domestik. Kondisi Alam yang dimiliki daerah NTT juga sangat berpotensi untuk dijadikan lahan bercocok tanam karena memiliki struktur tanah yang sangat subur.Luas hamparan padang sabana yang terdapat di Pulau Sumba juga bisa di manfaatkan sebagai lahan peternakan,sehinggah populasi fauna bisa menambah pendapatan Daerah.
Luas hutan yang cukup besar juga bisa menjadikan NTT sebagai Komoditas penghasil kayu lapis untuk bahan  pembangunan 

Peninggalan para leluhur yakni Kebudayaan, Suku, Ras, Religius, Bahasa, Adat istiadat, Kesenian yang juga memperkaya keanekaragaman Bangsa dan memajukan dunia Parawisata daerah.
Potensi Alam di NTT masih sangat banyak yang tidak bisa dicantumkan satu persatu,yang terletak di berbagai daerah.

Melihat  keaadan realitas seperti ini di NTT,maka yang menjadi pertanyaan saat ini adalah kenapa NTT menjadi daerah yang tertinggal?? 

                                                                                                                  By : Eko Saba Tudung

Selasa, 10 Januari 2012

Pantai Sumba Lebih Indah dari Pantai di Bali ??


Inilah sebagian pengalamanku di Sumba Barat yang menunjukkan keindahannya

melalui Kampung Ratenggaro. Kampung ini istimewa karena terletak pada sebuah
tebing di tepi pantai Ratewoyo. Posisinya menghadap ke lautan lepas dengan
ombak yang besar memecah karang. Lurus ke depan, tak ada lagi daratan hingga tiba di Afrika


Kampung ini semula terletak di tanjung yang letaknya tepat di tepi pantai. Namun

abrasi dan pasang laut menyebabkan air masuk ke rumah, sehingga penduduk
memutuskan untuk memindahkan kampung ke tebing yang lebih tinggi.
Pada bekas kampung di tepi pantai masih tersisa kumpulan kubur batu
megalitikum. Bentuknya berbeda dengan kubur batu lempengan bertiang      seperti di
kota Waikabubak. Kubur batu yang ada di sini terbuat dari batu utuh dengan tinggi
lebih dari dua meter dan dihiasi tulisan serta gambar kuno.


Duduk di samping kubur batu kuno menyaksikan pantai cantik dengan ombak
berdebur, saya mengerti kenapa Sumba begitu dipuja akan kekayaan budaya dan
kecantikan alamnya. Pantai berpasir putih lembut diapit karang dan tebing tinggi
mengingatkan saya pada Tanah Lot di Bali. Tentu saja, pantai ini jauh lebih indah
dan sangat sepi. Sayangnya saya datang saat mendung sehingga tak bisa
menyaksikan senja.



Di pantai itu saya bertemu dengan bapak tua bernama Thomas yang memainkan

alat musik tradisional yang terbuat dari kayu. Petikan dawainya menambah suasana
magis yang rasa rasakan di tempat itu. Kelelahan akibat perjalanan dengan motor
selama dua jam langsung hilang.

Kampung tersebut terletak di daerah Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya. Kodi ada
di ujung barat pulau Sumba. Tempat ini berjarak sekitar 80 kilometer dari kota
tempat saya menginap, Waikabubak. Dilihat di peta jalan ini agak memutar, tapi
inilah jalan yang kondisinya paling baik.


Kali ini saya diantar oleh pemandu bernama Timoteus Pingge, penduduk asli

Sumba. Meskipun dia bilang jalan yang kami lewati kondisinya paling baik, tetap
saja kami harus melewati kubangan dan jalan berlubang. Sepanjang perjalanan
kami bertemu rombongan anak-anak sekolah yang tersenyum ramah dan menyapa


setiap pengendara yang berpapasan dengan mereka. “Siang ibu, siang bapa,” kata
mereka. Awan mendung menggantung sehingga beberapa kali kami harus berteduh
dari hujan. 

Sawah, rumah di tepi jalan dengan kubur batu di halaman, jurang dan hutan
menjadi suguhan yang menakjubkan untuk mata sepanjang perjalanan. Sebelum
berangkat, kami membeli oleh-oleh penduduk desa. Rokok untuk bapak-bapak, sirih
pinang untuk para ibu dan permen untuk anak-anak.


Tinggal di daerah yang begitu cantik tak banyak berpengaruh terhadap

kesejahteraan warga kampung. Hanya segelitir dari mereka yang mencari
penghidupan dari laut. Apalagi, kampung ini hanya terdiri atas lima rumah adat.
Kebakaran yang terjadi empat tahun lalu membakar nyaris seluruh rumah di

kampung. Dari 13 rumah, hanya satu yang selamat.
Kampung adat Sumba memang punya risiko kebakaran yang tinggi. Atap rumah
yang terbuat dari ilalang mudah terbakar pada musim kemarau. Api menjalar
terbawa angin, sehingga kebakaran biasanya memusnahkan seluruh rumah di
kawasan.

Membangun ulang rumah adat tidak murah. Warga kampung bercerita bahwa
sebuah rumah membutuhkan empat tiang utama agar tetap tegak berdiri. "Satu
kayu harganya sama dengan seekor kerbau besar," kata para penghuni kampung.
Itu baru biaya untuk tiang utama, belum menghitung biaya untuk membangun
dinding, lantai dan atap. Selain biaya yang mahal, bahan-bahan yang semula
mudah didapat dari hutan kini semakin sulit dicari.

Selanjutnya saya mengunjungi Kampung Paronabaroro. Kondisi kampung di daerah
ini berbeda dengan kampung yang saya jelajahi di kota Waikabubak sebelumnya.
Letaknya yang terpencil membuat kampung ini masih sangat sederhana.
Kepercayaan Marapu masih dipegang erat oleh para penghuninya.
Perempuan tua mengenakan kain tanpa penutup dada. Pria dan wanita mengunyah
sirih pinang yang membuat ludah mereka berwarna merah kesumba. Kebiasaan ini


dimulai sejak umur belasan dan membuat bibir nampak merah seakan memakai

gincu. Kuda tertambat di samping rumah sebagai lambang status sosial keluarga.

Jalan masuk menuju kampung ini berupa jalan setapak sepanjang kira-kira 4
kilometer. Pada bagian depan kampung terdapat tanah lapang penuh kubur batu
yang lebih baru. Sebagian sudah dimodifikasi dengan menggunakan semen, bukan
lagi batu utuh.

Kubur batu dengan usia lebih tua terletak di bagian tengah kampung. Kompleks
kubur batu mengelilingi sebuah altar tempat pelaksanan upacara adat. Tak
sembarang orang boleh menginjakkan kaki ke tempat yang dianggap keramat itu.
Datanglah ke pulau tanah kelahiranku,, dan selamat mengagumi indahnya
daerahku :)


sumber:http://neydie.student.umm.ac.id/2011/07/28/pantai-sumba-lebih-indah-dari-pantai-di-bali/

Sumba Menolak Tambang Emas


Sumba terancam tak lagi jadi produsen kuda.  Savana, atau padang rumput, tempat ternak itu digembalakan, terancam digusur oleh moda ekonomi baru.  Yakni: pertambangan emas.  Gubernur NTT memberikan izin kepada investor Australia area seluas 330 ribu hektar, atau sepertiga Pulau Sumba. Hanya karena ada batasan luas dalam UU Minerba yang baru, izin itu dipersempit menjadi 99 ribu hektar.  Tetapi rencana untuk mengolah sepertiga pulau menjadi tambang emas, tampaknya masih dipertahankan.


Masyarakat Sumba umumnya menolak rencana pertambangan emas.  Sebab mereka telah terbiasa hidup dari pertanian, dan peternakan.  Protes atas masuknya tambang emas itu terjadi makin intensif.  Beberapa bulan lalu, staf perusahaan  tambang yang melakukan eksplorasi, ditangkap oleh warga. Kantor sementara mereka dirusak oleh warga, yang marah karena merasa tanah mereka diserobot perusahaan.

Ini memang problem klasik : hukum positif melawan hukum adat.  Secara hukum positif, investor Australia itu memang berhak melakukan eksplorasi. Mereka sudah memegang izin gubernur, yang sebelumnya direkomendasi bupati.  Lokasi tambang itu, ada di Sumba Timur, Tengah dan Barat. Sehingga izinnya diterbitkan gubernur.  Walaupun sekarang bupati Sumba Barat, termasuk yang menolak masuknya tambang emas.

Bentrok dengan hukum adat terjadi, karena tanah di Sumba, masuk dalam aturan tentang hak ulayat. Tidak ada sejengkal tanah pun di pulau itu, yang tidak ada pemiliknya.  Beribu tahun, keluarga, turun-temurun sudah mengatur batas pemilikan tanah di sana. Jadi, ketika perusahaan masuk dengan selembar izin gubernur, di lapangan dia tidak menemukan tanah hampa. Tanah itu ada pemiliknya.  Para pemilik tanah itulah yang kemudian marah, ketika tiba-tiba ada orang asing masuk mengambil sampel untuk diuji kandungan emasnya.

Para cendekiawan, tetua adat, tokoh pemuda di Sumba,  sadar tambang emas itu akan menjadi bencana. Kalau dilihat kepadatan penduduk, tiap satu hektar ada 1 orang Sumba, maka rencana itu akan mengakibatkan 300 ribu orang kehilangan tempat tinggal. Belum lagi mata pencaharian. Mereka akan terasing dari pertambangan, sebab kebisaanya adalah bertani.  Pengalaman dari Timika, Papua, Sumbawa, NTB dan tempat tempat tambang lain di Kalimantan; warga lokal mengalami pemiskinan yang dahsyat.  Hanya investor yang diuntungkan dari pertambangan emas, dan sedikit kroni-kroninya.

Jadi, sudah tepat langkah warga Sumba menolak pertambangan.  Sebab sekali dibiarkan masuk,  eksploitasi tambang emas itu, akan meninggalkan kerusakan yang tak dapat diperbaiki.  Lagipula, kita toh tak bisa minum emas, ketika sedang kehausan.

 sumber: http://www.kbr68h.com/editorial/54-tajuk/7294-sumba-menolak-tambang-emas

Di Bali Ada Pantai Kuta, Di Sumba Ada Pantai Kita

Siapa yang bisa tahan godaan pantai putih panjang dengan pasirnya yang halus. Gradasi warna birunya pasti mengundang siapapun untuk merasakan segarnya air laut. Ditambah segala kecantikan yang ada di bawah lautnya, pantai Kita pantas jadi primadonanya Sumba.


Segala potensi itulah yang bakal jadi modal pantai Kita untuk dijadikan kawasan wisata terpadu. Om Lauren pemilik hotel yang kami inapi bilang dalam 2 tahun pantai Kita akan jadi seperti Kuta di Bali. “Sekarang sudah mulai, lho pembangunannya” ujarnya. Sambil menunjukkan papan perencanaan pantai Kita, beliau menjelaskan masa depan pantai Kita. Ada 23 spot wisata yang akan bisa dinikmati di sana. Ada banana boat, bungy jumping, sea walking, parasailing, jetskiing, central park, snorkeling, sea world, beach club, kafe, golf, pusat budaya, floating village dan masih banyak lagi! Letaknya yang strategis dekat dengan bandara dan pelabuhan membuat para pengembang yakin kawasan ini akan mendatangkan banyak wisatawan.


Saat Tim NTT 1 mengetes keindahan pantai Kita, kami benar-benar takjub dengan keindahan pantai ini. Kami coba naik ke salah satu bangunan setengah jadi yang nampaknya akan jadi restoran. Dari atas terlihat garis panjang putih kontras dengan birunya laut yang segar. 



Sumba memang strategis untuk dijadikan kawasan pariwisata. Banyak sekali operator liveaboard di Bali yang menawarkan perjalanan laut ke Flores dan Sumba. Biasanya yang tertarik dengan fasilitas ini para bule. Tak jarang mereka habiskan 1 bulan untuk berlayar keliing NTT. Sayangnya infrastruktur yang belum bagus membuat para tamu hanya sekadar mampir sebentar. Padahal banyak sekali pantai dan kampung megalitik yang bisa dieksplor keindahannya.


Sebentar lagi Pantai Kita akan jadi salah satu penyumbang ekonomi terbesar Sumba. “Kekayaan” laut akan dinikmati oleh para investor, pengunjung maupun penduduk lokal. Asalkan pengelolaannya baik dan tidak “rakus” dalam mengeruk potensi alam.

Kecantikan Sumba memang belum bersinar seperti Bali, yang sudah cukup sesak akibat pemusatan pariwisata. Nah sekarang yuk kita lirik Sumba. Sampai jumpa 2 tahun lagi!



Sumber:http://aci.detik.travel/read/2011/10/31/000007/1755965/1274/di-bali-ada-pantai-kuta-di-sumba-ada-pantai-kita

Senin, 09 Januari 2012

wanita racun dunia ?

Dari dalam rumah - rumah penduduk di sekitar kost-an, sayup - sayup terdengar lagu yang sekarang sedang ngetop, yaitu racun yang dinyanyikan changcutters...

lagu itu memang enak didengar, mungkin karena lagu ini tidak cengeng seperti lagu hit Indonesia kebanyakan, sehingga menjadi memiliki nilai tersendiri di mata pendengar musik, tapi yang sangat aku sayangkan dari lagu ini adalah

liriknya yang terlalu "memojokkan" perempuan,yaitu wanita adalah racun dunia. Semua tahu racun, racun adalah zat yang dapat menyebabkan kematian apabila masuk dalam tubuh dan (maaf) saya heran mengapa changcutters memilih kata "racun". Tapi saya lebih heran lagi ketika saya tidak melihat satupun wanita yang mengatakan ketidaksetujuan mereka atas lagu ini, saya sungguh sangat heran, padahal ketika kehormatan kaum hawa akan dilindungi banyak sekali wanita2 yang MENOLAK bahkan MARAH...

bagi saya wanita adalah obat sakit kepala, bila engkau mengkonsumsinya sesuai dosis maka sakit kepalamu akan hilang, tapi bila kurang maka akan terasa sedikit pusing dalam kepalamu, dan percayalah bila engkau kelebihan mengkonsumsinya maka engkau akan sengsara



masukan dari gua,,,,,

saya cowo dan saya setuju, pada dasarnya wanita itu bukan racun. Malah kalau kita telusuri sejarah, pria lah yg paling banyak meracuni dunia.

Kita sendiri yg mengajari manusia untuk memuja harta, menjajah negeri-negeri merampas harta, tahta, dan wanitanya.

kaum pria lah yg pertama kali mendirikan prostitusi dng menjadikan wanita sbg makhluk yg dpt dijual-belikan dng sesuka hati.

kita sudah banyak mencemari lingkungan dengan bom-bom yg kita muntahkan dari senjata kita dan pabrik2 rokok yg kita dirikan. tapi kita tdk mau disebut racun.

malah, cuma pria yg tega jatuhin bom atom di tempat yg byk manusianya dan cuma pria lah yg tega meracuni masyarakat dng rokok dan iklannya yg mengesankan bahwa merokok itu keren. dan org2 di balik itu semua adalah pengusaha pria yg terus kaya dng meracuni manusia.

wanita terkaya di Indonesia justru adalah pengusaha farmasi (obat-obatan).

so kenapa kita harus menganggap wanita itu racun ? kita (pria) lah yg telah sering melakukan perang dan pencemaran lingkungan dlm skala yg besar.

ini juga sekaligus bukti bahwa pria itu lebih matre.





Wanita Racun dunia????? Jika memang wanita racun dunia kenapa harus di ciptakan???? hasmin syah g setuju!!!!


sumber:http://buahkehidupan.blogspot.com/2008/07/wanita-racun-dunia.html

Minggu, 08 Januari 2012

GOLDEN WISDOM,,,,

buku yang baik menurut penjual,,adalah buku yang laku
bagi orang yang tahu adalah sebuah buku yang sangat langkah, dan bagi orang yang berpengetahuan adalah buku yang inspiratif dan bermanfaat

TUKANG PERAHU DAN PERDANA MENTERI.

Suatu hari, seorang kaisar tengah bersantai bersama perdana menterinya diatas perahu, sambil bermain catur dengan diiringi pemain biola dan para penari yang berparas cantik seprti dewi khayangan. Tiba-tiba ia mendengar suara benda jatuh kedalam air.
“Hai tukang perahu, coba kamu tengok suara apa itu gerangan?” perintah raja kepada seorang laki-laki yangs ejak tadi kerjanya hanya mendayung perahu.

“Baik, Tuan.”

Tidak lama kemudian ia kembali memberi laporan. :Itu suara orang kecebur kedanau,Tuan.”
“Yang kecebur laki-laki atau perempuan?” tanya kaisar.

Si tukang perahu kebingungan tidak bisa menjelaskan, karena ia belum memeriksa dengan jelas. “Baik Tuan, saya akan cek kembali.” Katanya sambil bergegas kembali ketempat kejadian.

“Korbannya laki-laki, Tuan.” Jawab si tukang perahu kemudian.

“Laki-laki tua atau anak-anak?” desak kaisar. Kali ini pun si tukang perahu tidak bisa menerangkan dan ketika ia hendak kembali lagi ingin mencari informasi, kaisar mencegahnya.

“Cukup!” kata kaisar sambil memerintahkan perdana menteri untuk menggantikan tugasnya.
Dalam waktu singkat perdana menteri kembali dnegan informasi yang lengkap dan detail tentang peristiwa tersebut. Maka raja memanggil kembali si tukang perahu.

“Tidak heran, jika kamu 10tahun menjadi tukang perahu dan dibayar lebih murah dari seorang perdana menteri, karena untuk menjelaskan satu kejadian kecil ini saja kamu harus bolak balik mencari jawaban,: jelas raja kepada situkang perahu.

Kisah ini merupakan sebuah refleksi yang sangat berharga bagi kta semua, karewna kita banyak temui dalam dunia kerja sehari-hari, dimana orang hanya mengandalkan kerja keras seperti situkang perahu, akan aklah bersaing dengan orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan cerdik seperti si perdana menteri.

Orang yang bekerja keras, biasanya lebih banyak mengandalkan otot dan kekuatan fisik. Sedangkan orang yang bekerja dengan pintar, mereka selalu menggunakan perencanaan dan strategi. Memanfaatkan dari berbagai sumber dan menggunakan jaringan atau alat Bantu sebagai daya ungkit, serta selalu meberi nilai tambah dalam setiap pekeraan yang dihasilkannya.

Jadi, apapun posisi anda saat ini, yang paling penting jangan menjadi seorang pekerja yang lugu dan hanya bekerja apa adanya. Jadilah seorang pekerja yang cerdas dan dapat diandalkan.
Siapa tahu, suatu hari nasib anda BERUBAH !

"berpikir adalah pekerjaan yang berat, itulah sebabnya sangat sedikit orang yang mau melakukannya"

sumber:http://mutti91.blog.com/2010/06/24/motivasi/

Sabtu, 07 Januari 2012

SEJARAH PASOLAH

Pasola berasal dari kata "sola" atau "hola", yang berarti sejenis lembing kayu yang dipakai untuk saling melempar dari atas kuda yang sedang dipacu kencang oleh dua kelompok yang berlawanan. Setelah mendapat imbuhan `pa' (pa-sola, pa-hola), artinya menjadi permainan. Jadi pasola atau pahola berarti permainan ketangkasan saling melempar lembing kayu dari atas punggung kuda yang sedang dipacu kencang antara dua kelompok yang berlawanan. Pasola merupakan bagian dari serangkaian upacara tradisional yang dilakukan oleh orang Sumba yang masih menganut agama asli yang disebut Marapu (agama lokal masyarakat sumba). Permainan pasola diadakan pada empat kampung di kabupaten Sumba Barat. Keempat kampung tersebut antara lain Kodi, Lamboya, Wonokaka, dan Gaura.[ Pelaksanaan pasola di keempat kampung ini dilakukan secara bergiliran, yaitu antara bulan Februari hingga Maret setiap tahunnya


Sejarah

Menurut cerita rakyat Sumba, pasola berawal dari seorang janda cantik bernama Rabu Kaba di Kampung Waiwuang. Rabu Kaba mempunyai seorang suami yang bernama Umbu Dulla, salah satu pemimpin di kampung Waiwuang. Selain Umbu Dulla, ada dua orang pemimpin lainnya yang bernama Ngongo Tau Masusu dan Yagi Waikareri. Suatu saat, ketiga pemimpin ini memberitahu warga Waiwuang bahwa mereka akan melaut.Tapi, mereka pergi ke selatan pantai Sumba Timur untuk mengambil padi. Warga menanti tiga orang pemimpin tersebut dalam waktu yang lama, namun mereka belum pulang juga ke kampungnya.Warga menyangka ketiga pemimpin mereka telah meninggal dunia, sehingga warga pun mengadakan perkabungan. Dalam kedukaan itu, janda cantik dari almarhum Umbu Dula, Rabu Kaba terjerat asmara dengan Teda Gaiparona yang berasal dari Kampung Kodi. Namun keluarga dari Rabu Kaba dan Teda Gaiparona tidak menyetujui perkawinan mereka, sehingga mereka mengadakan kawin lari. Teda Gaiparona membawa janda tersebut ke kampung halamannya. Beberapa waktu berselang, ketiga pemimpin warga Waiwuang (Ngongo Tau Masusu, Yagi Waikareri dan Umbu Dula) yang sebelumnya telah dianggap meninggal, muncul kembali di kampung halamannya. Umbu Dula mencari isterinya yang telah dibawa oleh Teda Gaiparono. Walaupun berhasil ditemukan warga Waiwuang, Rabu Kaba yang telah memendam asmara dengan Teda Gaiparona tidak ingin kembali. Kemudian Rabu Kaba meminta pertanggungjawaban Teda Gaiparona untuk mengganti belis yang diterima dari keluarga Umbu Dulla. Belis merupakan banyaknya nilai penghargaan pihak pengambil isteri kepada calon isterinya, seperti pemberian kuda, sapi,kerbau, dan barang-barang berharga lainnya.Teda Gaiparona lalu menyanggupinya dan membayar belis pengganti. Setelah seluruh belis dilunasi diadakanlah upacara perkawinan pasangan Rabu Kaba dengan Teda Gaiparona. Pada akhir pesta pernikahan, keluarga Umbu Dulla berpesan kepada warga Waiwuang agar mengadakan pesta nyale dalam wujud pasola untuk melupakan kesedihan mereka karena kehilangan janda cantik, Rabu Kaba


Proses upacara

Tradisi nyale merupakan puncak dari segala kegiatan untuk memulai pasola.
Pasola diawali dengan pelaksanaan adat nyale. Adat nyale adalah salah satu upacara rasa syukur atas anugerah yang didapatkan, yang ditandai dengan datangnya musim panen dan cacing laut yang melimpah di pinggir pantai. Adat tersebut dilaksanakan pada waktu bulan purnama dan cacing-cacing laut (dalam bahasa setempat disebut nyale) keluar di tepi pantai.Para Rato (pemuka suku) akan memprediksi saat nyale keluar pada pagi hari, setelah hari mulai terang. Setelah nyale pertama didapat oleh Rato, nyale dibawa ke majelis para Rato untuk dibuktikan kebenarannya dan diteliti bentuk serta warnanya. Bila nyale tersebut gemuk, sehat, dan berwarna-warni, pertanda tahun tersebut akan mendapatkan kebaikan dan panen yang berhasil. Sebaliknya, bila nyale kurus dan rapuh, akan didapatkan malapetaka. Setelah itu penangkapan nyale baru boleh dilakukan oleh masyarakat. Tanpa mendapatkan nyale, Pasola tidak dapat dilaksanakan. Pasola dilaksanakan di bentangan padang luas, disaksikan oleh segenap warga dari kedua kelompok yang bertanding, masyarakat umum, dan wisatawan asing maupun lokal. Setiap kelompok terdiri atas lebih dari 100 pemuda bersenjatakan tombak yang dibuat dari kayu berujung tumpul dan berdiameter kira-kira 1,5 cm. Walaupun berujung tumpul, permainan ini dapat memakan korban jiwa. Kalau ada korban dalam pasola, menurut kepercayaan Marapu, korban tersebut mendapat hukuman dari para dewa karena telah telah melakukan suatu pelanggaran atau kesalahan. Dalam permainan pasola, penonton dapat melihat secara langsung dua kelompok ksatria sumba yang sedang berhadap-hadapan, kemudian memacu kuda secara lincah sambil melesetkan lembing ke arah lawan. Selain itu, para peserta pasola ini juga sangat tangkas menghindari terjangan tongkat yang dilempar oleh lawan. Derap kaki kuda yang menggemuruh di tanah lapang, suara ringkikan kuda, dan teriakan garang penunggangnya menjadi musik alami yang mengiringi permainan ini. Pekikan para penonton perempuan yang menyemangati para peserta pasola, menambah suasana menjadi tegang dan menantang. Pada saat pelaksanaan pasola, darah yang tercucur dianggap berkhasiat untuk kesuburan tanah dan kesuksesan panen. Apabila terjadi kematian dalam permainan pasola, maka hal itu menandakan sebelumnya telah terjadi pelanggaran norma adat yang dilakukan oleh warga pada tempat pelaksanaan pasola.

Jumat, 06 Januari 2012

ASAL USUL DAN SEJARAH KUDA SUMBA

Asal Usul dan Sejarah Kuda Sumba, Menyebut kata Sumba orang akan membayangkan kuda. Mengapa? Kuda mempunyai ikatan historis dengan orang Sumba. Kuda telah menjadi bagian hidup masyarakat di pulau paling selatan Indonesia itu sejak pertengahan abad ke-18, jauh sebelum Belanda mendatangkan sapi ongole ke pulau itu dan menetapkan Sumba sebagai pusat pembibitan sapi ongole pada tahun 1914.

Dari berbagai jenis kuda di dunia, kuda Arab dapat dianggap sebagai cikal bakal kuda-kuda yang ada di Sumba saat ini. Kuda yang terdapat di Sumba dan wilayah Asia Tenggara pada umumnya termasuk ras timur. Berbeda dengan kuda ras Eropa dan Amerika yang memiliki tengkorak lebih besar.

Dari bentuk wajahnya, kuda ras timur diduga merupakan keturunan kuda Mongol. Kuda ini merupakan keturunan dari jenis Przewalski yang ditemukan tahun 1879 di Asia Tengah. Penyebarannya ke wilayah Asia diperkirakan bersama dengan penyebaran agama Hindu.

Kuda di Indonesia dipengaruhi iklim tropis serta lingkungan. Tinggi badannya berkisar antara 1,15 - 1,35 meter sehingga tergolong dalam jenis poni. Bentuk kepala umumnya besar dengan wajah rata, tegak, sinar mata hidup serta daun telinga kecil. Ciri-ciri lain, bentuk leher tegak dan lebar. Tengkuk umumnya kuat, punggung lurus dan pinggul kuat. Letak ekornya tinggi dan berbentuk lonjong, dada lebar, sedang tulang rusuk berbentuk lengkung serasi.

Kakinya berotot kuat, kening dan persendiannya baik. Sedangkan bentuk kuku kecil dan berada di atas telapak yang kuat. Jika kuda ini berdiri, akan tampak sikapnya yang kurang serasi (kurang baik), karena kedua kaki bagian muka lebih berkembang bila dibandingkan dengan kaki belakang. Sikap berdiri seperti ini terdapat pada berbagai jenis kuda di Asia Tenggara, termasuk di Sumba.

Kapal Portugis yang datang ke wilayah Indonesia bagian timur pada abad ke-16 untuk mencari rempah-rempah, sempat singgah di beberapa pelabuhan antara lain di Sulawesi Utara. Pada saat singgah itulah mereka memperkenalkan jenis kuda yang mereka bawa kepada penduduk setempat. Terjadilah tukar-menukar barang dagangan antara penduduk dan para pedagang Portugis tersebut. Kuda asal Eropa itu kemudian disilangkan dengan kuda lokal. Hasil persilangan ini membuahkan keturunan kuda Eropa di Minahasa.

Selain jenis kuda Arab dan Eropa yang dikenal di Indonsia, masih ada lagi satu jenis kuda yang disebut kuda Mongol, berasal dari daratan Asia. Kuda-kuda ini kemudian disilangkan dengan jenis kuda setempat dan menghasilkan kuda baru, berukuran tinggi 120 cm, bulu berwarna antara lain keemasan, hitam dan putih. Kuda ini masih terdapat di Cirebon dan pegunungan Tengger di Jawa Timur.

Jenis-jenis kuda yang terdapat di Indonesia antara lain kuda Makassar, kuda Gorontalo dan Minahasa, kuda Sumba, kuda Sumbawa, kuda bima, kuda Flores, kuda Sabu, kuda Rote (kuda Kori), kuda Timor, kuda Sumatera, kuda Jawa, kuda Bali dan Lombok dan kuda Kuningan.

Kuda Sumba aslinya merupakan kuda pony dan kemudian diberi nama kuda Sandel atau lengkapnya kuda Sandelwood Pony. Kuda Sandel yang dikembangkan di Sumba merupakan kuda pacu asli Indonesia. Kuda Sumba merupakan hasil perkawinan silang kuda poni lokal (grading up) dan kuda arab. Nama "sandelwood" sendiri diambil dari nama cendana (sandalwood) yang pada masa lampau pernah menjadi komoditas unggulan dan diekspor daru Sumba dan pulau-pulau di Nusantara dan ke negara Asia lainnya seperti India dan lain-lain

Populasi kuda Sumba sempat menurun menjelang pertengahan abad ke-20, akibat meluasnya penyakit antrax. Namun meningkat kembali ketika ada perbaikan mutu melalui perkawinan silang dengan kuda Australia. Perkawinan silang dengan kuda Australia ini bertujuan untuk perbaikan kecepatan dan meningkatkan daya tahan tubuh.

Saat ini populasi kuda di Sumba diperkirakan mencapai 50 ribuan ekor. Di Kabupaten Sumba Timur saja hasil sensus ternak yang dilakukan Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur tahun 2008 lalu terdata sebanyak 28.804 ekor kuda (betina 18.958 ekor dan jantan 9.846 ekor). Melihat komposisi antara jantan dan betina tersbut, diperkirakan pertumbuhan populasi kuda di Sumba Timur akan terus meningkat. Populasi kuda di Sumba Timur tersebar hampir di seluruh kecamatan. Populasi terbanyak ada di Kecamatan Pahunga Lodu (3.425 ekor), Kecamatan Kahaunga Eti 3.000 ekor, Kanatanga 2.378 ekor, Tabundung 1.624 ekor, Pandawai 1.453 ekor, Pinupahar, Haharu, dan beberapa kecamatan lainnya 1.000 ekor lebih dengan total peternak sebanyak 8.087 orang.

Jaminan peningkatan populasi ini disampaikan Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur, Ir. Robert Gana, beberapa waktu lalu. Robert mengatakan, populasi kuda terus meningkat dan pihaknya terus melakukan pengawasan secara ketat dan vaksinasi rutin.

Kuda sandel memiliki postur rendah bila dibandingkan kuda-kuda ras Australia atau Amerika. Tinggi punggung kuda antara 130 - 142 Cm. Banyak dipakai orang untuk kuda tarik, kuda tunggang dan bahkan kuda pacu. Keistimewaannya terletak pada kaki dan kukunya yang kuat dan leher besar. Kuda Sumba juga juga memiliki daya tahan yang istimewa. Warna bulu bervariasi, ada yang hitam, putih, merah, krem, abu-abu dan belang.

Kuda bagi orang Sumba, awalnya hanya digunakan sebagai alat transportasi. Namun seiring dengan perkembangan kehidupan orang Sumba, kuda tidak hanya sebagai alat transportasi tetapi juga dipakai sebagai mahar (belis), sebagai cendera mata untuk urusan adat seperti perdamaian dan untuk bawaan saat menghadiri upacara penguburan. Bahkan kuda bagi orang Sumba dianggap sebagai kendaraan leluhur.






Sumber:http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2010/03/asal-usul-dan-sejarah-kuda-sumba.html