Selasa, 10 Januari 2012

Sumba Menolak Tambang Emas


Sumba terancam tak lagi jadi produsen kuda.  Savana, atau padang rumput, tempat ternak itu digembalakan, terancam digusur oleh moda ekonomi baru.  Yakni: pertambangan emas.  Gubernur NTT memberikan izin kepada investor Australia area seluas 330 ribu hektar, atau sepertiga Pulau Sumba. Hanya karena ada batasan luas dalam UU Minerba yang baru, izin itu dipersempit menjadi 99 ribu hektar.  Tetapi rencana untuk mengolah sepertiga pulau menjadi tambang emas, tampaknya masih dipertahankan.


Masyarakat Sumba umumnya menolak rencana pertambangan emas.  Sebab mereka telah terbiasa hidup dari pertanian, dan peternakan.  Protes atas masuknya tambang emas itu terjadi makin intensif.  Beberapa bulan lalu, staf perusahaan  tambang yang melakukan eksplorasi, ditangkap oleh warga. Kantor sementara mereka dirusak oleh warga, yang marah karena merasa tanah mereka diserobot perusahaan.

Ini memang problem klasik : hukum positif melawan hukum adat.  Secara hukum positif, investor Australia itu memang berhak melakukan eksplorasi. Mereka sudah memegang izin gubernur, yang sebelumnya direkomendasi bupati.  Lokasi tambang itu, ada di Sumba Timur, Tengah dan Barat. Sehingga izinnya diterbitkan gubernur.  Walaupun sekarang bupati Sumba Barat, termasuk yang menolak masuknya tambang emas.

Bentrok dengan hukum adat terjadi, karena tanah di Sumba, masuk dalam aturan tentang hak ulayat. Tidak ada sejengkal tanah pun di pulau itu, yang tidak ada pemiliknya.  Beribu tahun, keluarga, turun-temurun sudah mengatur batas pemilikan tanah di sana. Jadi, ketika perusahaan masuk dengan selembar izin gubernur, di lapangan dia tidak menemukan tanah hampa. Tanah itu ada pemiliknya.  Para pemilik tanah itulah yang kemudian marah, ketika tiba-tiba ada orang asing masuk mengambil sampel untuk diuji kandungan emasnya.

Para cendekiawan, tetua adat, tokoh pemuda di Sumba,  sadar tambang emas itu akan menjadi bencana. Kalau dilihat kepadatan penduduk, tiap satu hektar ada 1 orang Sumba, maka rencana itu akan mengakibatkan 300 ribu orang kehilangan tempat tinggal. Belum lagi mata pencaharian. Mereka akan terasing dari pertambangan, sebab kebisaanya adalah bertani.  Pengalaman dari Timika, Papua, Sumbawa, NTB dan tempat tempat tambang lain di Kalimantan; warga lokal mengalami pemiskinan yang dahsyat.  Hanya investor yang diuntungkan dari pertambangan emas, dan sedikit kroni-kroninya.

Jadi, sudah tepat langkah warga Sumba menolak pertambangan.  Sebab sekali dibiarkan masuk,  eksploitasi tambang emas itu, akan meninggalkan kerusakan yang tak dapat diperbaiki.  Lagipula, kita toh tak bisa minum emas, ketika sedang kehausan.

 sumber: http://www.kbr68h.com/editorial/54-tajuk/7294-sumba-menolak-tambang-emas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar